Gambar: Sumber |
Semar.
Dia memiliki jambul didepan, berbeda dengan tokoh yang lain. Dia memiliki ekpresi yang contras, mata yang menangis namun bibir yang tersenyum. Tangannya yang melipat ke belakang dan satunya ke depan. Postur tubuhnya yang ketika dia berdiri terlihat jongkok.
Namun disinilah rahasinya. Kita tahu kita punya teladan yang sudah mutrak untuk diteladani, yaitu Nabi Besar kita Muhammad SAW. namun asal kalian tahu bahwa sebenarnya Semar adalah secuil contoh dari sosok yang kita agungkan, Nabi Muhammad SAW.
Kita kembali kepada tokoh Semar. Berikut ciri-ciri dan penjelasannya yang aku dapat dari seseorang yang tak mau disebut namanya:
- Semar memiliki punuk rambut didepan. Kondisi ini merupakan simbol tentang penolakan sombong. Bapak tersebut bilang bahwa "diatas langit masih ada langit, untuk apa kita menyombong selagi tahu masih ada yang lebih."
- Mata yang sedih dan meneteskan air mata namun bibirnya yang selalu tersenyum melambangkan bahwa "untuk menjadi senang kita harus sakit". Hal ini memberikan kesimpulan padaku, jika kebahagian bukanlah dari diri kita, namun ketika kita melakukan sesuatu kepada orang lain untuk kebahagiaannya meskipun hati kita merasa sakit, kita pun akan merasakan bahagia itu.
- Tangan Semar yang selalu dibelakang dan yang satu didepan sebagai tanda bahwa kesopanan itu adalah keutamaan. Ketika kita menaruh tangan kita dibelakang mungkin kita terlihat seperti babu, namun bapak tersebut bilang bahwa "tangan yang selalu dibelakang menunjukkan arti kata malu, karena apa yang kita bisa tak harus ditunjukkan". Maka disinilah kita tahu apa itu bijaksana.
- Ketika Semar berdiri, ia tampak seperti jongkok. Hal ini adalah ungkapan menghormati. Kenyataannya kita bukan yang pertama yang menginjak bumi ini, dan masih ada yang lebih dulu menginjak bumi ini. Bapak tersebut berkata bahwa "ini adalah simbol peradapan manusia, semua bisa berdiri, dan tak ada bedanya, yang membedakan adalah ketika kau, yang muda, mau merunduk untuk yang lebih tua, disitulah manusia sebenarnya". Inilah arti dari kesopanan.
Jawa sebenarnya mengajakan kita untuk lebih dekat dengan Yang Maha Esa dengan memperbaiki sikap, karena sikap adalah cermin dari keimanan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar